Search This Blog

Wednesday, April 19, 2006

MERDEKA BERIBADAH

MERDEKA BERIBADAH
Oleh Pormadi Simbolon

Jelas sekali, pasal 28 UUD 45, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan kemerdekaan tiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut keyakinan masing-masing.

Namun sebutan kemerdekaan atau kebebasanmenjalankan ibadah masih belum mendarat di tempat-tempat dimana pembangunan gedung ibadah dipersulit, dan baru-baru ini di Ciledug, ketika sekelompok masyarakat menutup pagar lokasi Sekolah Sang Timur, 3 Oktober 2004 yang lalu. Alasannya, penyalahgunaan izin bangunan sekolah sebagai tempat ibadah. Kemerdekaan masih dihambat oleh kepentingan sekelompok masyarakat.

Merdeka berarti bebas tanpa mengganggu hak orang lain. Merdeka berarti ada ruang untuk mengekspresikan kehidupan biologis, psikologis, sosial dan spiritual secara bertanggung jawab. Yang disebut terakhir, yaitu pelangsungan kehidupan spiritual dalam hal ini, ketidakmerdekaan menjalankan ibadah masih tetap menjadi persoalan bangsa ini.

Kemerdekaan warga negara menjalankan ibadahnya belum sungguh-sungguh bisa dinikmati semua umat beragama terlihat sejak terjadi aksi pengrusakan dan pembakaran gedung ibadah sepanjang sejarah pasca kemerdekaan Republik Indonesia, akibat ketakutan sekelompok masyarakat yang tidak berdasar, yaitu ketakutan membengkaknya jumlah bangunan ibadah (gereja) di Indonesia.

Beberapa minggu terakhir, beberapa koran nasional dan koran lokar Jakarta memuat berita aksi penutupan Sekolah Sang Timur, 3 Oktober, sekelompok masyarakat melakukan demonstrasi. Mereka berorasi, merobohkan papan nama sekolah, membakar ban dan berakhir dengan pemancangan portal dan menembok pagar sekolah. Berbagai kata-kata tertulis pada spanduk demo berbunyi seperti” usir agama penjajah” dan protes penggunaan bangunan yang tidak sesuai dengan tujuannya.

Apa yang terlihat pada tindakan sekelompok masyarakat tersebut, sungguh mematikan kemerdekaan orang lain. Lebih dari itu, tindakan tersebut mulai mengarah kepada keadaan the state of nature istilah Thomas Hobbes, yaitu suatu keadaan tidak/belum ada hukum dan cenderung ke aksi anarkhisme.

Bila para pendiri bangsa ini seperti Soekarno, M. Yamin dan Soepomo, dan tokoh lainnya, melihat kenyataan demikian, betapa masygul dan terharu melihat pelaksanaan Pancasila yang mereka sepakati sebagai falsafah dasar pendirian bangsa ini.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah merdeka dari penjajah sejak tahun 1945. Kita merdeka dari penjajah tetapi belum merdeka dari sesama saudara sebangsa dan setanah air.

Kita ini bukan lagi bangsa yang buta. Mata dan telinga kita dapat melihat realitas kemajemukan penduduk Indonesia. Demikian pula kita sudah sering kali mendengar pembacaan pembukaan UUD 45 ketika Upacara Bendera, pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan penataran P4, yang akhir-akhir ini sudah mulai dihilang. Negara wajib melindungi segenap penduduk Indonesia tanpa ada diskriminasi, sebab bangsa ini bukan milik sekelompok masyarakat saja.

Dari kasus Penutupan Sekolah Sang Timur Ciledug, beberapa hal dapat menjadi perhatian dan perenungan kita bersama seperti berikut ini: pertama, merdeka berarti bebas berbuat dari paksaan dan bebas untuk berbuat, dengan memperhatikan kepentingan orang lain. Kedua, merdeka menyiratkan bahwa kita dapat merasakan kehidupan yang damai dan tenang. Ketiga, para tokoh/pemuka agama masih harus eksra keras “mewartakan” kemerdekaan setiap individu seperti digagas perwakilan bangsa-bangsa pada teks Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan keempat, massyarakat sesungguhnya sudah cerdas dan tahu bahwa sudah tidak saatnya lagi agama menggunakan paradigma ketakutan terhadap agama lain.

Betapa indahnya ketika bulan Ramadhan dapat dilaksanakan secara merdeka, demikian pula betapa indahnya bila Perayaan Hari Raya Natal dapat dilakukan secara merdeka. Semoga pemerintahan yang terpilih secara demokratis dan yang berjanji memelihara seluruh kepentingan setiap warga negara Indonesia untuk merdeka beribadah.

Oleh: Pormadi Simbolon,
Bekerja di Departemen Agama RI, pusat.

No comments:

Contact Form

Name

Email *

Message *